Rabu, 07 September 2011

KAJIAN KRITIS DOKTRIN MARIA IMMACULATA TERHADAP KETIDAKBERDOSAAN YESUS


Oleh : Henri


Mariologi Katolik adalah sebuah konsekwensi logis dan penting dari Kristologi: Yesus dan Maria adalah anak dan ibu, Sang Penebus Dosa dan Yang Ditebus Dosanya. Maria dan putranya Yesus sangat berkaitan erat namun tidak kembar identik dalam teologi Katolik. Oleh karena itu, ajaran-ajaran tentang Maria, disamping turut memberikan sumbangan ke dalam pengajaran mengenai Kristus, juga menjadi ajaran yang terpisah yang disebut Mariologi.[1]

Maria mengembangkan pengertian yang lebih mendalam mengenai siapa Kristus itu dan apa yang dilakukan-Nya. Kristologi tanpa Maria adalah suatu hal yang salah menurut pandangan Gereja Katolik Roma, karena teologi tersebut berarti tidak didasarkan pada wahyu Kitab Suci yang penuh. Umat Kristiani di masa-masa awal dan banyak orang suci memusatkan diri pada interpretasi paralel ini. Para paus menyoroti hubungan intim antara dogma-dogma mengenai Maria dan penerimaan penuh dari dogma Kristologi. Groenen mengatakan bahwa,”kalaupun benar bahwa Perjanjian Baru mewartakan Yesus Kristus, bukan Maria, namun Maria turut diwartakan dan pewartaan Kristus tanpa Maria tidaklah lengkap.[2]

Gereja adalah kumpulan umat Allah karena dirinya adalah Tubuh Kristus. Gereja hidup dalam hubungannya dengan Kristus. Sebagai Tubuh Kristus, Gereja juga memiliki hubungan dengan ibu-Nya, yang menjadi topik utama dari Mariologi Katolik. Maria dipandang sebagai citra asli Gereja, atau, seperti yang dinyatakan dalam Konsili Vatikan II, “Bunda Gereja”.

Doktrin Maria Immaculata merupakan salah satu doktrin penting dalam teologi umat Katolik. Doktrin tersebut mulai diajarkan oleh Paus Pius IX yang menyatakan bahwa Bunda Maria dikandung tanpa noda dosa asal. Empat tahun kemudian ada peristiwa yang diakui sebagai sebuah pewahyuan dari Tuhan, yaitu Bunda Maria menampakkan diri di Lourdes,Grotto Massabielle,Perancis terjadi selama 18 kali kepada Bernadete Soubirous, seorang gadis desa yang pada waktu itu masih berumur 14 tahun. Dan pada penampakan itu Bunda Maria menyatakan dirinya sebagai,”Perawan yang dikandung tanpa noda dosa”/the Immaculate Conception. Pernyataan dari Bunda Maria ini mengkonfirmasi ajaran Bapa Paus Pius IX dan menjadi bukti infailibilitas ajaran Bapa Paus tersebut.

Untuk lebih memahami alur berpikir doktrin Maria Immaculata dan kaitannya dengan ketidakberdosaan Yesus, maka pembahasan dalam makalah ini akan ditinjau dari perspektif Dogma Katolik dan kajian kritis dari perspektif Kristen.

I.PERSPEKTIF KATOLIK

A. Latar Belakang Historis

Setelah masa Apostolik pada abad ke-1, perkembangan kekristenan mulai didominasi oleh Bapa-bapa Gereja yang mengembangkan berbagai tradisi suci yang diyakini memiliki otoritas yang sama dengan Kitab Suci karena sama-sama berasal dari Allah. Salah satu pengajaran utama mereka yang terus dipergumulkan adalah pengajaran Maria Immaculata (Perawan Maria yang tidak bernoda). Berikut ini adalah pengajaran Bapa Gereja dari waktu ke waktu.

1. St. Irenaeus (180): “Hawa, dengan ketidaktaatannya [karena berdosa] mendatangkan kematian bagi dirinya dan seluruh umat manusia, … Maria dengan ketaatannya [tanpa dosa] mendatangkan keselamatan bagi dirinya dan seluruh umat manusia…. Oleh karena itu, ikatan ketidaktaatan Hawa dilepaskan oleh ketaatan Maria. Apa yang terikat oleh ketidakpercayaan Hawa dilepaskan oleh iman Maria.”

2. St. Hippolytus (235): “Ia adalah tabut yang dibentuk dari kayu yang tidak dapat rusak. Sebab dengan ini ditandai bahwa Tabernakel-Nya dibebaskan dari kebusukan dan kerusakan.”

3. Origen (244): “Bunda Perawan dari Putera Tunggal Allah ini disebut sebagai Maria, yang layak bagi Tuhan, yang tidak bernoda dari yang tidak bernoda, hanya satu satunya”.

4. Ephraim (361): ”Engkau sendiri dan Bunda-Mu adalah yang terindah daripada semua yang lain, sebab tidak ada cacat cela di dalam-Mu ataupun noda pada Bunda-Mu...

5. St. Athanasius (373), “O, Perawan yang terberkati, sungguh engkau lebih besar daripada semua kebesaran yang lain. Sebab siapakah yang sama dengan kebesaranmu, O tempat kediaman Sang Sabda Allah? Kepada ciptaan mana, harus kubandingkan dengan engkau, O Perawan? Engkau lebih besar daripada semua ciptaan, O Tabut Perjanjian, yang dilapis dengan kemurnian, bukannya dengan emas! Engkau adalah Tabut Perjanjian yang di dalamnya terdapat bejana emas yang berisi manna yang sejati, yaitu: daging di mana Ke-Allahan tinggal.”

6. Ambrose (387): “Angkatlah tubuhku, yang telah jatuh di dalam Adam. Angkatlah aku, tidak dari Sarah, tetapi dari Maria, seorang Perawan, yang tidak saja tidak bernoda, tetapi Perawan yang oleh rahmat Allah telah dibuat tidak bersentuh dosa, dan bebas dari setiap noda dosa.”

7. St. Gregorius Nazianza (390): Ia [Yesus] dikandung oleh seorang perawan, yang terlebih dahulu telah dimurnikan oleh Roh Kudus di dalam jiwa dan tubuh, sebab seperti ia yang mengandung layak untuk menerima penghormatan, maka pentinglah bahwa ia yang perawan layak menerima penghormatan yang lebih besar.

8. St. Augustine (415): Kita harus menerima bahwa Perawan Maria yang suci, yang tentangnya saya tidak akan mempertanyakan sesuatupun ketika kita membicarakan tentang dosa, demi hormat kita kepada Tuhan; sebab dari Dia kita mengetahui betapa berlimpahnya rahmat untuk mengalahkan dosa di dalam segala hal telah diberikan kepadanya, yang telah berjasa untuk mengandung dan melahirkan Dia yang sudah pasti tidak berdosa.

9. Theodotus (446): “Seorang perawan, yang tak berdosa, tak benoda, bebas dari cacat cela, tidak tersentuh, tidak tercemar, kudus dalam jiwa dan tubuh, seperti setangkai lili yang berkembang di antara semak duri.”

10. Proclus dari Konstantinopel (446): “Seperti Ia [Yesus] membentuknya [Maria] tanpa noda dari dirinya sendiri, maka Ia dilahirkan daripadanya tanpa meninggalkan noda.

11. St. Severus (538): “Ia [Maria] …sama seperti kita, meskipun ia murni dari segala noda, dan ia tanpa noda.”

12. St. Germanus dari Konstantinopel (733), mengajarkan tentang Maria sebagai yang “benar- benar terpilih, dan di atas semua, … melampaui di atas semua dalam hal kebesaran dan kemurnian kebajikan ilahi, tidak tercemar dengan dosa apapun.”

13. Duns Scotus (1264- 1308) seorang Franciskan mengatakan hal ini dengan indahnya, “Malah Maria, melebihi siapapun membutuhkan Kristus sebagai Penyelamatnya, sebab ia dapat tercemar oleh noda dosa asal seandainya rahmat dari Sang Penyelamat tidak mencegah hal ini.” Keistimewaan rahmat yang membuat Maria dibebaskan dari noda dosa asal adalah bentuk penghormatan Yesus kepada Maria ibu-Nya, sesuatu yang menjadi hak-Nya sebagai Tuhan.

Gereja Katolik berargumen bahwa mereka tidak pernah mengubah, menghapus atau menambah pengajaran “deposit of faith” yang sudah ada sejak masa gereja awal, tetapi menjaga dan mempertahankannya. Pergumulan yang terus dipikirkan oleh Bapa-bapa Gereja pada abad-abad sebelumnya, terus dikembangkan oleh Paus Sixtus (abad ke-15) yang dilanjutkan oleh Paus Pius IX (abad ke-19) dengan mengeluarkan pengumuman tentang Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus).[3]

B. Dasar Alkitab

Alasan kuat Bunda Maria dikandung tanpa noda ini berhubungan dengan peran istimewanya sebagai Ibu Tuhan Yesus. Jadi, walaupun benar Maria manusia biasa, ia bukan manusia ‘kebanyakan’ seperti kita. Sebab, memang rencana keselamatan itu terbuka untuk semua orang (Yoh 3:16), tetapi Ia hanya memilih satu orang untuk menjadi ibu-Nya, yaitu Maria. Kita tahu bahwa Allah adalah Kudus, sempurna dan tak ada dosa di dalam Dia, maka sudah sangat layaklah bahwa ketika memutuskan untuk dilahirkan di dunia, Yesus menguduskan terlebih dahulu seseorang yang melaluinya Ia akan dilahirkan. Mungkin hal ini tidak terbayangkan oleh kita, karena kita manusia tidak bisa melakukannya. Kita tidak bisa memilih ibu kita sendiri, apalagi membuat dia kudus dan sempurna sebelum kita lahir. Tetapi, Allah bisa, dan itulah yang dilakukan-Nya. Mengapa Tuhan melakukan ini? Karena Ia tidak dapat mengingkari jati Diri-Nya sebagai Allah yang Kudus. Mari kita lihat kebesaran Allah melalui apa yang dilakukan-Nya terhadap Bunda Maria seperti yang ditulis dalam Alkitab.

1. Bunda Maria disebutkan pada awal mula, sebagai perempuan’ yang keturunannya akan mengalahkan ular (iblis) (Kej 3:15).

Di sini, perempuan yang dimaksud bukanlah Hawa, tetapi Hawa yang baru (‘New Eve’). Para Bapa Gereja membaca ayat ini sebagai nubuatan akan kelahiran Yesus (Adam yang baru) melalui Bunda Maria (Hawa yang baru). Hal ini sudah menjadi pengajaran Gereja sejak abad ke-2 oleh Santo Yustinus Martir, Santo Irenaeus dan Tertullian, yang lalu dilanjutkan oleh Santo Agustinus. Dalam terjemahan bahasa Indonesia, pada ayat ini dikatakan ‘perempuan ini’, seolah-olah menunjuk kepada Hawa, namun sebenarnya adalah ‘the woman’ (bukan this woman) sehingga artinya adalah sang perempuan, yang tidak merujuk kembali ke lakon yang baru saja dibicarakan. Ungkapan ‘woman‘ ini yang kemudian kerap diulangi pada ayat Perjanjian Baru, misalnya pada mukjizat di Kana (Yoh 2:4) dan di kaki salib Yesus, saat Ia menyerahkan Bunda Maria kepada Yohanes murid kesayanganNya (Yoh 19:26).Pada kesempatan tersebut, Yesus mau menunjukkan bahwa Maria adalah ’sang perempuan’ yang telah dinubuatkan pada awal mula dunia sebagai ‘Hawa yang baru’.

‘Hawa yang baru’ ini berperan berdampingan dengan Kristus sebagai ‘Adam yang baru’. Santo Irenaeus, mengatakan, “Ikatan yang disebabkan oleh ketidaktaatan Hawa telah diuraikan karena ketaatan Maria” sehingga selanjutnya dikatakan, “maut (karena dosa) didatangkan oleh Hawa, tetapi hidup (karena Yesus) oleh Maria.” Oleh karena itu, sudah selayaknya Allah membuat Bunda Maria tidak tercemar sama sekali oleh dosa, supaya ia, dapat ditempatkan bersama Yesus di tempat utama dalam pertentangan yang total melawan Iblis (lih. Kej 3:15).

2. Bunda Maria sebagai Tabut Perjanjian yang Baru.

Di dalam Kitab Perjanjian Lama, yaitu di Kitab Keluaran pasal 25-31, dapat dilihat bagaimana ’spesifik-nya’ Allah saat Ia memerintahkan Nabi Musa untuk membangun Kemah suci dan Tabut Perjanjian. Ukurannya, bentuknya, bahannya, warnanya, pakaian imamnya, sampai seniman-nya (lih. Kel 31:1-6), semua ditunjuk oleh Tuhan. Hanya imam (Harun) yang boleh memasuki tempat Maha Kudus itu dan ia pun harus disucikan sebelum mempersembahkan korban di Kemah suci (Kel 40:12-15). Jika ia berdosa, maka ia akan meninggal seketika pada saat ia menjalankan tugasnya di Kemah itu (Im 22:9). Hal ini menunjukkan bagaimana Allah sangat mementingkan kekudusan Tabut suci itu, yang di dalamnya diletakkan roti manna (Kel 25:30), dan dua loh batu kesepuluh perintah Allah (Kel 25:16), dan tongkat imam Harun (Bil 17:10; Ibr 9:4). Betapa lebih istimewanya perhatian Allah pada kekudusan Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, karena di dalamnya terkandung Putera-Nya sendiri, Sang Roti Hidup (Yoh 6:35), Sang Sabda yang menjadi manusia (Yoh 1:14), Sang Imam Agung yang Tertinggi (Ibr 8:1)! Persyaratan kekudusan Bunda Maria –“Sang Tabut Perjanjian Baru”- pastilah jauh lebih tinggi daripada kekudusan Tabut Perjanjian Lama yang tercatat dalam Kitab Keluaran itu. Bunda Maria, Sang Tabut Perjanjian Baru, harus kudus, dan tidak mungkin berdosa, karena Allah sendiri masuk dan tinggal di dalam rahimnya. Itulah sebabnya Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa oleh Allah.

3. Bunda Maria dikatakan sebagai ‘penuh rahmat’ pada saat menerima Kabar Gembira.

Pada saat malaikat Gabriel memberitakan Kabar Gembira, ia memanggil Maria sebagai, ‘…hai engkau yang dikaruniai’, Tuhan menyertai engkau.’ (Luk 1:28) (“Hail, full of grace…”, – RSV Bible) Kata, ‘Hail, full of grace‘ ini tidak pernah ditujukan kepada siapapun di dalam Alkitab, kecuali kepada Maria. Kepada Abraham yang akan menjadi Bapa para bangsa, ataupun kepada Musa salah satu nabi terbesar, Allah tidak pernah menyapa mereka dengan salam. Kepada Maria, Allah bukan saja hanya memberi salam, tetapi juga memenuhinya dengan rahmat (grace), yang adalah lawan dari dosa (sin). Dan karena dikatakan ‘full of grace’, maka para Bapa Gereja mengartikannya bahwa seluruh keberadaan Maria dipenuhi dengan rahmat Allah dan semua karunia Roh Kudus, sehingga dengan demikian tidak ada tempat lagi bagi dosa, yang terkecil sekalipun, sebab hadirat Allah tidak berkompromi dengan dosa. Artinya, Bunda Maria dibebaskan dari noda dosa asal.

4. Dasar dari Kitab Wahyu

Bunda Maria secara implisit disebut sebagai perempuan yang melahirkan seorang Anak laki-laki, yang menggembalakan semua bangsa…yang akhirnya mengalahkan naga yang adalah Iblis (Why 12: 1-6). Kemenangan atas Iblis ini dimungkinkan karena dalam diri Maria tidak pernah ada setitik dosa pun yang menjadi ‘daerah kekuasaan Iblis’.

C. Implikasi Teologis Bagi Orang Percaya

Sebagai orang yang percaya kepada Tuhan Yesus sebagai juruselamat, maka ketidakberdosaan Maria akan berdampak kepada ketidakberdosaan Yesus. Yesus dilahirkan dari Roh Kudus dan dikandung dalam rahim seorang wanita yang tidak berdosa. Sehingga keberadaan Yesus sebagai manusia tidak diragukan, dan ketidakberdosaan-Nya juga tidak disangsikan lagi karena Bapa dari Yesus bukan Yusuf tetapi Roh Kudus.

Rahner mengatakan :

But this mystery of the Immaculate Conception of Mary is not only a personal priviledge granted to her who was to become the Mother of God. Mary thereby become the figure of the Church…...The word ‘immaculate’ indeed sums up the mystery of our own spiritual life. We are members of the Church, and in us the Church’s mystery must be accomplished; it begins with Mary Immaculate, and we in turn, by the power of the Holy Spirit, must once more become immaculate. In each of us the victory over the serpent must be achieved….”[4]

Misteri Konsep Maria Immaculata tidak hanya merupakan hak istimewa yang diberikan kepadanya yang menjadi Bunda Allah (theotokos). Maria juga menjadi gambaran mengenai gereja.... Kata Immaculata harus dipahami sebagai bagian dari kehidupan spiritual kita. Kita adalah anggota Gereja dan di dalam kita, misteri Gereja dapat digenapi; dimulai dengan Maria Immaculata, dan pada gilirannya kita, dengan kuasa Roh Kudus, kita juga menjadi immaculata/ kudus sehingga di dalam kita kemenangan atas si ular dapat tercapai.

II. KAJIAN KRITIS DARI PERSPEKTIF KRISTEN

A.Landasan Berpikir

Dogmatika Kristen (Protestan) mendasarkan teologinya terutama pada otoritas Alkitab sebagai Firman Allah satu-satunya yang patut dipegang sebagai kebenaran. Oleh sebab itu nilai-nilai tradisi gereja masih dapat dipegang sebagai kebenaran jika masih sejalan dan sesuai dengan Firman Tuhan. Kekristenan berusaha membebaskan diri dari pembatasan kuasa Allah atas semua orang. Sebagai orang percaya, pemikiran para Bapa-bapa gereja dan Paus tidak dijadikan dasar berpijak di dalam membuat suatu teologi, sekalipun pemikirannya patut dihargai. Teologi Katolik yang mengagungkan dan mengakui otoritas mereka sebagai orang yang penuh kuasa dari Allah secara langsung, menyebabkan umat tidak lagi bebas untuk berteologi, padahal metode semacam itu sangat rentan terhadap subyektifitas terbatas.

Semangat Sola scriptura yang dimiliki oleh umat Kristen harus lebih dihayati sebagai sebuah kebebasan dalam menginterpretasikan Alkitab dalam menjawab misteri tentang Allah dan kehendak-Nya. Pengalaman pribadi yang berbeda-beda dalam perjalanan spiritual seseorang menuntun orang untuk menemukan ‘bahasa yang pas’ bagi dirinya untuk menginterpretasikan Alkitab. Namun perlu digarisbawahi bahwa pengalaman pribadi tersebut tidak boleh menjadi dasar dalam dogmatika, karena unsur subyektifitas tidak dapat diseragamkan. Sementara di sisi lain dogmatika seharusnya menjadi pedoman iman yang harus ditaati karena mengandung uniformitas dan bertitik tolak dari Alkitab.

B. Pokok-pokok Pikiran yang Dikritisi

1. Kelahiran Yesus

Injil Matius dan Injil Lukas mencatat kelahiran Yesus dan menyinggung soal Maria. Sedangkan Injil Markus sama sekali tidak menulis tentang kelahiran Yesus. Dalam kedua Injil itu, keberadaan Maria bukan menjadi tokoh utamanya. Kehadiran Maria dalam kisah itu merupakan bagian dari karya Allah mengenai penyelamatan manusia dari dosa melalui Yesus Kristus. Maria menjadi sarana kelahiran Yesus sebagai manusia seutuhnya. Jadi dalam hal ini virginitas Maria lebih ditekankan untuk membuktikan tentang ketidakberdosaan Yesus.

Mengutip dari pemahaman Gereja Orthodoks Indonesia, “Kelahiran Kristus dari dara Maria adalah permulaan dari karya inkarnasi atau penjelmaan. Inkarnasi adalah seluruh keberadaan Sang Firman di dalam kenyataan-Nya sebagai manusia. Pembuktiannya melalui kebenaran dogmatis dan teologis yaitu kebenaran iman.”[5] Memposisikan Maria lebih dari Ibu Yesus bukanlah sebuah cara penginterpretasian Alkitab yang terlalu berlebihan. Maria masuk dalam bagian inkarnasi Sang Firman di dalam rahimnya sehingga menjadi manusia yang seutuhnya tanpa melalui keinginan seorang laki-laki atau manusia. Ia yang sudah memilih Maria untuk menjadi sarana proses tersebut.

Peter Wongso dalam buku Kristologi menyatakan bahwa Yesus dilahirkan dari seorang perempuan, ia menjadi keturunan seorang perempuan, manusia sejati. Dasar iman yang lebih mendasar adalah Ia dilahirkan oleh anak dara, berarti mengakui pengalaman supranatural dalam kehidupan manusiawinya dan latar belakang kesucian-Nya yang sempurna.[6]

2. Ketidakberdosaan Maria

Firman Allah berkata, ”Sesungguhnya , di bumi tidak ada orang yang saleh: yang berbuat baik dan tak pernah berbuat dosa! (Pengkhotbah 7:20),...Semua orang telah bebuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Roma 3:23), Tidak ada seorang pun, selain Kristus di dunia (Yoh 8:46; 2 Kor 5:21; Ibr 4:15), yang tidak berbuat dosa.”

Dalam konteks inilah penghormatan terhadap Maria tersebut seharusnya diletakkan sebagai koridor iman. Maria juga termasuk di antara wanita lainnya yang juga berdosa. Namun yang membedakan Maria dari perempuan yang lain adalah bahwa dirinya memiliki keistimewaan sebagai Ibu Yesus yang menerima rahmat dari Allah.

Menurut Nico Syukur, Maria tidak punya tugas pewartaan.Tugas itu bukan hanya keterikatan kekeluargaan (Luk. 8:19-21). Maria terlibat dengan seluruh pribadinya dalam peristiwa yang berlangsung. Fakta keselamatan disimpan Maria dalam hatinya dan direnungkannya(Luk.2:19). Tugas Maria yaitu tugas Israel dan tugas gereja serentak. Di satu pihak Maria telah menjadi gambar termurni dari Israel yang menanti-nanti, dan di lain pihak Maria menjadi contoh Gereja yang menyambut Yesus sang Kristus. Zaman lama diaplus dengan zaman baru. Maria menerima Yesus pertama-tama dalam hati dan budinya baru kemudian dalam kandungannya (prius mente concepitquam ventre).[7]

Dalam silsilah Yesus disebutkan nama empat wanita, yaitu Tamar, Rahab, Rut dan istri Uria. Mereka hadir dalam situasi berdosa. Ini menjelaskan bahwa Yesus lahir dari bangsa manusia yang berdosa, dan Ia datang untuk membebaskan umat manusia dari dosa. Sedangkan berdasar literatur Yahudi terdapat keterangan dari Herman Hendrick CICM, bahwa kesamaan keempat wanita itu terletak pada keibuan mereka serta pelaksanaan janji keselamatan Allah, mereka menyerahkan total kepada rencana Allah. Begitu pula campur tangan Roh yang memberikan kepadanya kekuatan untuk tetap setia pada tugas panggilannya, khususnya Maria.[8]

Jadi dalam hal ini, kehadiran Maria sebagai manusia yang tidak bercacat/bernoda lebih tepat diartikan keberadaannya sebagai seorang gadis yang belum pernah berhubungan dengan laki-laki bukan tidak memiliki dosa asal seperti yang diartikan oleh umat Katolik. Dalam bahasa Yunani, kata parhenosparthenos’ berarti perawan atau anak dara. Maria ketika mengandung bayi Yesus dalam kondisi ‘parthenos’, dalam masa pertunangan dengan Yusuf. Sesuai dengan tradisi Yahudi bahwa seorang gadis berumur 12-13 tahun sudah dapat disebut sebagai parthenos. Dan jika parthenos itu sudah bertunangan berarti ia sudah terikat dengan pernikahan, walaupun harus memasuki masa ikatan tanpa disentuh laki-laki selama kurang lebih satu tahun. Selama periode itulah jika didapati sang perempuan atau laki-laki itu melanggar perjanjian dan mengandung atau berjinah maka ia harus dihukum dan diasingkan dari komunitasnya.[9]

3. Ketidakberdosaan Yesus

Injil Yohanes 1:14 mengatakan bahwa Firman itu telah menjadi manusia. Jadi ada perubahan dari logos yang menciptakan alam semesta menjadi sarkos. Perubahan ini tidak dapat mengubah esensi dari Logos yang suci, kudus dan tidak terpengaruh oleh dosa. Logos itu memiliki potensi untuk menciptakan dan bertindak. Dalam Yoh.1:1-3 dikatakan: ”Pada mulanya adalah Firman; Firman itu bersama-sama dengan Allah dan Firman itu adalah Allah. Ia pada mulanya bersama-sama dengan Allah. Segala sesuatu dijadikan oleh Dia dan tanpa Dia tidak ada suatu pun yang telah jadi dari segala yang telah dijadikan.” Ini berarti bahwa di dalam diri Yesus sebagai manusia terdapat kepenuhan ke-Allah-an lengkap dengan otoritas dan kuasa-Nya atas dosa manusia.

Ketika Yesus lahir dari rahim Maria yang masih perawan (conceptio virginalis), sebenarnya justru melengkapi keyakinan tentang Kristus yang tidak berdosa, karena lahir bukan dari keinginan seorang laki-laki atau manusia yang punya potensi berbuat dosa. Sebagaimana perjumpaan Maria dengan malaikat Gabriel dalam Lukas 1:35,“....Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.” Dalam penafsirannya umat Katolik memahami bahwa Maria sebagai perawan mengandung Yesus oleh karena diminta oleh Allah, jadi sebelum menikah dan berkumpul dengan suaminya (sesuai gambaran Matius 1:18-25). Sedangkan menurut Lukas, Maria sepenuhnya merelakan diri dan seluruh hidupnya untuk melayani “rencana” Allah. Kerelaan inilah yang menjadi dimensi spiritual dari keperawanan Maria.

Kalimat “...Roh Kudus akan turun ke atasmu... menaungi engkau...” ditafsirkan sebagai tindakan Allah yang penuh otoritas dan menguasai keberadaan Maria sebagai manusia yang berdosa. Dengan berdiamnya Roh Kudus di dalam diri Maria, maka Mariapun sudah diselamatkan dari dosa, dia dikuduskan agar keberadaan janin Yesus itupun tetap kudus dan tidak berdosa.

Louis Berkhoff mengatakan, ”Kristus memiliki kesempurnaan natural, kesempurnaan moral dan integritas, yaitu ketidakberdosaan. Ini berarti Kristus dapat menghindar agar tidak berdosa (potuit non pecare) dan dan juga sama sekali tidak mungkin baginya untuk berbuat dosa (non potuit pecare) oleh sebab ikatan esensial antara natur manusia dan natur ilahi. Ayat pendukung: Luk. 1:35; yoh. 8:46; 14:30; 2 Kor 5:21; Ibr 4:15; 9:14; I Petr 2:22; 1 Yoh. 3:5.”[10]

Jadi kerelaan Maria untuk masuk dalam rencana penyelamatan Allah dan kesediaan Allah untuk menjadi manusia, membuat ikatan natur manusia dan natur ilahi dapat dipahami dalam satu hubungan yang tak terpisahkan. Dalam sisi kemanusiaan-Nya Yesus tidak mungkin untuk berbuat dosa sekalipun Ia digoda oleh dosa, namun Ia tidak dapat dijatuhkan.

4.Penebusan Kristus

Dogma umat Katolik menyatakan bahwa Maria tidak terkena dosa asal, karena kasih karunia Allah, pilihan Allah berdasarkan karya penebusan Yesus Kristus, anaknya sendiri. Karya penebusan itu sudah efektif terjadi jauh sebelum Yesus Kristus itu ada. Dogma itu tidak mengatakan bahwa Maria ditebus tetapi Maria ‘sebelumnya’ terlindung/terpelihara (praeservata).[11]

Ayat yang mendukung dogma itu adalah bahwa Bunda Maria penuh kasih karunia di hadapan Allah (Lukas 1:30,42,50). Dan ayat-ayat itu kemudian ditafsirkan bahwa karena rahmat Allah itulah maka Maria tidak hanya bahagia karena telah dipilih untuk menjadi Bunda Allah (Theotokos), tetapi juga karena ia dibebaskan dari segala dosa asal yang ada pada setiap manusia. Pertentangan mengenai dosa asal manusia sebagaimana Roma 3:9 menyatakan bahwa tidak ada seorangpun di dunia ini yang tidak berdosa, tidak berlaku untuk dua kekecualian yaitu Maria dan Yesus.

Tom Jacobs menyatakan,” Yesus masuk dalam situasi dosa tanpa dosa. Ia mengalami akibat dosa dalam ketaatan kepada Bapa; Ia mengalami maut sebagai penyerahan penuh kepada Allah. Dengan menerima Yesus, Allah menerima umat manusia seluruhnya. Dalam Yesus, khususnya karena kesatuan Yesus dengan umat manusia dalam maut, Allah bersatu dengan manusia.”[12]

Dalam kerygma Katolik, Maria dipandang sebagai mediatrix karya penebusan Yesus. Peran Maria dalam karya penyelamatan ini adalah sebagai mediator antara Yesus yang ilahi dengan Yesus Manusia sehingga karya Allah itu sungguh-sungguh dapat terlaksana. Secara teologis, Santo Bernardus dari Clairvaux, seorang Doktor Gereja, adalah seorang pendukung kuat interpretasi mediatrix dalam diri Maria. Tuhan dan dunia fana bertemu di dalam dirinya. Kehidupan kudus mengalir melalui dirinya ke seluruh penciptaan. Maria adalah satu dengan Yesus yang ingin menyelamatkan semua manusia dan yang menebarkan semua rahmat melalui dirinya. Maria adalah Sang Perantara ke Tuhan, sebuah tangga yang bisa digunakan oleh para pendosa untuk mendaki mendekati-Nya, jalan megah menuju Tuhan, karena dirinya penuh rahmat.

Perspektif Kristen tidak memandang Maria sebagai mediatriks antara Allah dan manusia, karena Alkitab menyatakan bahwa,”.. tidak seorangpun pergi kepada Bapa jika tidak melalui Aku...” Aku di sini menunjuk kepada Yesus bukan Maria. Jadi untuk berdoa memohon pertolongan kepada Yesus tidak perlu berdoa melalui Maria. Meskipun demikian kita juga tidak mengambil posisi ekstrim untuk mengabaikan Maria begitu saja. Maria kita hormati sebagai seorang perempuan yang menjadi ibu Yesus, dan berperan penting dalam perjalanan karya penebusan Kristus. Namun penghormatan itu tidak dapat disejajarkan dengan pemahaman umat Katolik yang meninggikan Maria sebagai perantara umat agar doanya didengar oleh Tuhan Yesus.

Inti iman Kristiani ialah keyakinan bahwa di dalam diri Yesus dari Nazaret, Allah bersatu dengan manusia. Tetapi Allah baru sungguh-sungguh bersatu dengan manusia, kalau manusia mau mempersatukan diri dengan Kristus. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa keberadaan Maria tidak menjadi hal yang mutlak. Artinya tanpa Maria, jika Allah mau, kesatuan antara Allah dengan manusia tetap bisa terjadi. Namun Maria sudah dipilih Allah untuk menjadi sarana karya penebusan itu sehingga cara pandang yang menjadikan Mariosentris semestinya diubah ke arah Kristosentris.

III. KESIMPULAN

Oleh karena Yesus Kristus adalah Allah yang menjadi manusia, Ia ingin membawa kita mengerti bagaimana seharusnya kita hidup. Tidak ada seorangpun yang sempurna, suci, baik, adil seperti Yesus. Keadilan yang Yesus nyatakan bukanlah keadilan manusia, melainkan keadilan ilahi. Kesucian yang kita lihat di dalam diri Yesus, adalah kesucian yang tidak pernah mungkin dicapai oleh pendiri agama manapun. Kebaikan dan kasih Yesus adalah kasih ilahi. Pemahaman tentang ketidakberdosaan Yesus dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Yohanes 5:26 mengatakan bahwa,” Sebab sama seperti Bapa mempunyai hidup di dalam diri-Nya sendiri, demikian juga diberikan-Nya Anak mempunyai hidup dalam diri-Nya sendiri”. Di dalam susunan ini jelas menunjukkan beberapa pengertian: pertama, Yesus sebagai anak yang tunggal berarti Yesus mempunyai sifat ilahi sama seperti Bapa; kedua, Yesus dilahirkan dan bukan dicipta, dan ketiga Yesus sebagai anak tunggal berarti tidak ada anak yang lain.[13] Jadi tidak dikatakan sama seperti Maria Immaculata yang tidak bernoda dan bercacat, tetapi sama seperti Bapa. Kristologi Kristen memegang Firman Tuhan sebagai kebenaran satu-satunya.

2. Yesus Kristus mati bukan karena dosa-Nya sendiri, mati untuk mengganti dosa orang lain. Di Golgota ada tiga orang disalibkan, yang mewakili tiga macam orang yang ada di dunia. Yang pertama, mati di dalam dosa, karena ia berdosa (die in sin); yang kedua, mati terhadap dosa karena ia bertobat(die for sin), yang ketiga, mati mengganti orang berdosa, karena Dia adalah juruselamat (die to sin).[14]

3. Dari kelahiran hingga kematian Yesus tidak ada satu buktipun yang menunjukkan bahwaYesus pernah berbuat dosa. Ia menjadi dosa karena kita. Kaitan dengan Dogma Maria Immaculata lebih ditekankan kepada pembuktian ketidakberdosaan Yesus Kristus daripada ketidakberdosaan Maria.

4. Penghormatan kepada Yesus Kristus lebih diutamakan daripada penghormatan kepada Maria. Keberadaan Maria sebagai Theotokos dipahami sebagai privilege yang diberikan kepada Maria yang memiliki keutamaan yaitu siap menjadi hamba Tuhan, dan dipakai untuk menggenapi rencana Allah, tidak lebih dari itu.

5. Ia menjadi teladan manusia sempurna (Yoh.13:15). Ia menuntut orang melakukan sesuatu hal tetapi ia sudah lebih dahulu memberikan contoh tentang perlakuan tersebut. Ia dipenuhi oleh segala keadilan, ketulusan, kesucian, kebajikan, belas kasih, pengorbanan (1 Petr. 2:21).

6. Yesus dilahirkan dari seorang perempuan, ia menjadi keturunan seorang perempuan, manusia sejati. Dasar iman yang lebih mendasar adalah Ia dilahirkan oleh anak dara, berarti mengakui pengalaman supranatural dalam kehidupan manusiawinya dan latar belakang kesucian-Nya yang sempurna.

7. Kristus sebagai Firman yang menjadi manusia yang sejati, namun dalam hal ini bukan untuk kepentingannya sendiri, melainkan untuk kepentingan manusia yang berdarah daging, sehingga Ia menjadi sama dengan manusia yang berdarah daging, juga melalui tubuh-Nya mewahyukan fungsi sebenarnya dari tubuh, jiwa, dan roh manusia. Dari tubuh yang berdarah daging ini, Dia tidak dikuasai oleh hawa nafsu. Hawa nafsu ini bukan diberikan Allah pada mulanya kepada manusia. Kristus tidak memiliki hawa nafsu ini, hanya memiliki sifat manusia sejati; oleh sebab itu Ia tidak berdosa (Ibr. 4:15).

DAFTAR PUSTAKA

Bambang, Yohanes CW. Kristologi dalam Perspektif Gereja Timur. Mojokerto: Gereja Orthodox Indonesia, tth.

Berkhoff, Louis, Teologi Sistematika, Doktrin Kristus. Surabaya: LRII, 2001

Groenen C. Ofm. Mariologi, Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Kanisius, 1994

Jacobs, Tom. SJ. Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1993

Rahner,Hugo SJ. Our Lady and the Church, Bethesda: Zaccheus Press, 1990

Swindoll, Charles R. Tokoh Terbesar Yesus. Jakarta: Nafiri Gabriel, 2008

Syukur, Nico Dister.Ofm. Kristologi sebuah Sketsa. Yogyakarta: Kanisius,1994

Tong, Stephen, Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Surabaya: Momentum, 2004

Wongso, Peter. Kristologi. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,1988

Sumber internet

Wikipedia. Mariologi, diunggah pada tanggal 28 Juni 2011

Katolisitas.org, edisi 24 Juni 2008



[1] Wikipedia. Mariologi, diunggah pada tanggal 28 Juni 2011

[2] Groenen C. Ofm. Mariologi, Teologi dan Devosi. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Hal. 19

[3] Pada tanggal 8 Desember 1854, Paus Pius IX mengumumkan Dogma Perawan Maria Dikandung Tanpa Noda (Ineffabilis Deus), yang bunyinya antara lain sebagai berikut: Dengan inspirasi Roh Kudus, untuk kemuliaan Allah Tritunggal, untuk penghormatan kepada Bunda Perawan Maria, untuk meninggikan iman Katolik dan kelanjutan agama Katolik, dengan kuasa dari Yesus Kristus Tuhan kita, dan Rasul Petrus dan Paulus, dan dengan kuasa kami sendiri: “Kami menyatakan, mengumumkan dan mendefinisikan bahwa doktrin yang mengajarkan bahwa Bunda Maria yang terberkati, seketika pada saat pertama ia terbentuk sebagai janin, oleh rahmat yang istimewa dan satu-satunya yang diberikan oleh Tuhan yang Maha Besar, oleh karena jasa-jasa Kristus Penyelamat manusia, dibebaskan dari semua noda dosa asal, adalah doktrin yang dinyatakan oleh Tuhan dan karenanya harus diimani dengan teguh dan terus-menerus oleh semua umat beriman.” (Dikutip dari sumber Katolisitias.org, edisi 24 Juni 2008).

[4] Hugo Rahner, SJ. Our Lady and the Church, Bethesda: Zaccheus Press, 1990. Hal. 17 dan 20.

[5] Presbiter Yohanes Bambang CW. Kristologi dalam Perspektif Gereja Timur. Mojokerto: Gereja Orthodox Indonesia, tth. Hal. 79

[6] DR. Peter Wongso. Kristologi. Malang: Seminari Alkitab Asia Tenggara,1988. Hal. 48

[7] Dr. Nico Syukur Dister. Ofm. Kristologi sebuah Sketsa. Yogyakarta: Kanisius, 1994. Hal. 248

[8] Ibid. Hal. 243.

[9] Charles R. Swindoll. Tokoh Terbesar Yesus. Jakarta: Nafiri Gabriel. 2008. Hal. 26-27.

[10] Louis Berkhoff, Teologi Sistematika, Doktrin Kristus. Surabaya: LRII, 2001. Hal. 37.

[11] Groenen, hal. 79.

[12] Tom Jacobs SJ. Siapa Yesus Kristus menurut Perjanjian Baru. Yogyakarta: Kanisius, 1993. Hal.53.

[13] Stephen Tong, Yesus Kristus Juruselamat Dunia. Surabaya: Momentum. 2004. Hal.107

[14] Ibid. Hal. 116

3 komentar:

  1. Maria tetaplah manusia yg dipilih oleh Allah untuk melahirkan Juruslamat Yesus inti keslamatan tetaplan YeSuS kalau ada yg mengajarkan Juruslamat di luar Kristus adalah sesat....sumber kebenaran barometernya tetaplah Alkitab sebagai firman Tuhan jgn menafsirkan Alkitab menurut selera hati

    BalasHapus
  2. Maria/ Miryam adalah wanita muda Yahudi yang terpilih sebagai ibu Yeshua. Yeshua disini adalah Mesias yang dijanjikan bagi Israel yang lahir sebagai keturunan Daud/David. Bersama Yosef/Yusuf suaminya, ia membesarkan dan mendidik Yeshua untuk taat sepenuhnya kepada Torah/Taurat yang diberikan Tuhan melalui Moshe/Musa. Bukti ketaatan mereka adalah membawa bayi Yeshua ke Bait Suci untuk disunatkan sekaligus membawa korban yang harus dipersembahkan di atas mezbah. Dan satu lagi peristiwa Yeshua pada umur 12 tahun dibawa juga ke Bait Suci untuk merayakan Pesach/Paskah, dimana saat itu juga merupakan saat yang penting bagi Yeshua untuk melakukan Bar Mitzvah yaitu upacara pendewasaan bagi anak anak orang Yahudi khususnya anak laki - laki.

    BalasHapus
  3. Maria/ Miryam adalah wanita muda Yahudi yang terpilih sebagai ibu Yeshua. Yeshua disini adalah Mesias yang dijanjikan bagi Israel yang lahir sebagai keturunan Daud/David. Bersama Yosef/Yusuf suaminya, ia membesarkan dan mendidik Yeshua untuk taat sepenuhnya kepada Torah/Taurat yang diberikan Tuhan melalui Moshe/Musa. Bukti ketaatan mereka adalah membawa bayi Yeshua ke Bait Suci untuk disunatkan sekaligus membawa korban yang harus dipersembahkan di atas mezbah. Dan satu lagi peristiwa Yeshua pada umur 12 tahun dibawa juga ke Bait Suci untuk merayakan Pesach/Paskah, dimana saat itu juga merupakan saat yang penting bagi Yeshua untuk melakukan Bar Mitzvah yaitu upacara pendewasaan bagi anak anak orang Yahudi khususnya anak laki - laki.

    BalasHapus